MARAKNYA KASUS
BULLYING DI KELAS
DISUSUN OLEH :
NAMA : TRI MEILANI SIHITE
NPM : 1405030089
KELAS : A21
MATA
KULIAH : MANAJEMEN KELAS
UNIVERSITAS
QUALITY MEDAN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-NYA saya dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dalam mata kuliah MANAJEMEN KELAS yang berjudul “MARAKNYA KASUS BULLYING DI KELAS”
Mungkin dalam pembuatan makalah
ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan lain
sebagainya. Maka saya sangat mengharapkan kritikan dan saran
guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
Demikianlah
sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi
mahasiswa-mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya
pendidik professional.
Pepatah
mengatakanTak Ada Gading Yang Tak Retak, maka saya yakin dalam penulisan
ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan.Untuk itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan di
kemudianhari.
Sekian
dan terimakasih.
Pemakalah,
TRI
MEILANI SIHITE
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Batasan Masalah.......................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah........................................................................................
2
D. Tujuan Penelitian.........................................................................................
2
Bab II KAJIAN TEORI
1.Pengertian Bullying..............................................................................................
5
2.Jenis-jenis Bullying...............................................................................................
6
3.Komponen-komponen Bullying...........................................................................
7
4.Faktor-faktor Mempengaruhi Bullying................................................................. 10
5.Dampak Bullying.................................................................................................. 12
6.Cara Mengatasi Bullying...................................................................................... 14
7.Mencegah Terjadinya Bullying............................................................................. 16
Konsep penulis........................................................................................................ 18
BAB III
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan.......................................................................................................................... 20
Saran.................................................................................................................................... 20
Daftar
Pustaka.....................................................................................................................
22
Biografi
Penulis................................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sekarang
ini berbagai macam masalah tengah melanda dunia pendidikan di Indonesia. Salah
satunya adalah kekerasan atau bullying baik oleh guru terhadap siswa maupun
siswa dengan siswa lainnya. Bentuk kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik
saja tetapi juga secara psikologis. Kekerasan dapat terjadi di mana saja,
termasuk di sekolah, tempat bermain, di rumah, di jalan, dan di tempat hiburan.
Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau bullying yang
dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di
halaman media cetak maupun elektronik.
Bullying
adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying
biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek
kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban
bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.
Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan korbannya berpikir untuk
tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si
pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun
prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
B.BATASAN MASALAH
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat membuka wawasan bagaimana solusi penanganan masalah
bullying, khususnya di lembaga pendidikan (sekolah).
Penulisan ini juga
berharapkan agar komponen-komponen yang terkait dengan sekolah, khususnya para
pengambil kebijakan dan guru, lebih peka terhadap tindakan bullying untuk dapat
mencegah dan mengantisipasi secepatnya, sehingga dampaknya tidak
berkepanjangan.
C.RUMUSAN MASALAH
Pada pokoknya, makalah
ini hendak menjawab masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud
dengan bullying ?
2. Apa saja tipe-tipe
atau bentuk bullying ?
3. Apa saja yang
menjadi komponen bullying ?
4. Apa faktor-faktor
penyebab bullying ?
5. Apa dampak bullying
?
6. Bagaimana mengatasi
bullying di sekolah ?
7.Bagaimana cara
mencegah bullying ?
D.TUJUAN PENELITIAN
1.Mengetahui pengertian
bullying
2.Mengetahui jenis-jenis
atau tipe dari bullying
3.Mengetahui
komponen-komponen dari bullying
4.Mengetahui
faktor-faktor dari bullying
5.Mengetahu dampak
dari bullying terhadap korban bullying
6.Mengetahui cara
mengatasi kasus bullying
7.Mengetahui cara
mencegah kasus bullying
BAB II
KAJIAN TEORI
Bullying
(arti harfiahnya: penindasan) adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang
secara berulang yang memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan
menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Menurut Merriam-Webster
Online Dictionary, bullying adalah “a blustering rowbeating person; especially
one who is habitually cruel to others who are weaker.” Melakukan bullying
berarti to “treat someone abusively or to affect them by means of force or
coercion.”. Center for Children and Families in the Justice System
mendefinisikan bullying sebagai , “repeated and systematic harassment and
attacks on others.” Bullying bisa terjadi dalam berbagai format dan bentuk
tingkah laku yang berbeda-beda. Di antara format dan bentuk tersebut adalah;
nama panggilan yang tidak disukai, terasing, penyebaran isu yang tidak benar,
pengucilan, kekerasan fisik, dan penyerangan (mendorong, memukul, dan
menendang), intimidasi, pencurian uang atau barang lainnya, bisa berbasis suku,
agama, gender, dan lain-lain.[1]
Bullying
merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying sebagai
“kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau
kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi
di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang
tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya.”Bullying biasanya dilakukan
berulang sebagai suatu ancaman, atau paksaan dari seseorang atau kelompok
terhadap seseorang atau kelompok lain. Bila dilakukan terus menerus akan
menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan depresi. Kejadian tersebut sangat
mungkin berlangsung pada pihak yang setara, namun, sering terjadi pada pihak yang
tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan.
.
Teori dari Para Ahli
1. Teori Kepribadian
Sigmund Freud
Pendapat Freud
menyatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh
terhadap kepribadian masa dewasa. Freud sangat membenci dan bahkan dia memusuhi
ayahnya. Dia begitu karena dia memiliki alasan, bahwa semasa dia kecil ayahnya
selalu keras pada dia dan bersikap otoriter.[2]
2. Hall & Lindzey
Mengemukakan bahwa
kepribadian adalah (1) keterampilan atau kecakapan sosial, dan (2) kesan yang
paling menonjol yang ditunjukan seseorang kepada orang lain.
Menyatakan bahwa
manusia memperoleh pengetahuannya dari pengalaman yang didapatnya. Ketika
manusia lahir dia putih seperti kertas Tabularasa, dan kelak saat anak itu
mulai tumbuh barulah dia akan melukiskan pengalaman yang didapatnya diatas
kertas putih dalam dirinya tersebut.
3. Dr. H. Syamsu Yusuf
dalam bukunya
Dr. H. Syamsu Yusuf
dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak & Remaja,
menyatakan bahwa perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya terutama
orangtuanya. Dr. H. Syamsu Yusuf juga mengatakan, masih dalam buku yang sama,
ada beberapa sikap dari orang tua yang berhubungan dengan perkembangan moral
anak, yaitu :
a. Konsisten dalam
mendidik anak
b. Sikap orang tua
terhadap anak
c. Penghayatan dan
pengalaman yang dianut
d. Sikap konsisten
orang tua dalam menerapkan norma.
1.
Pengertian Bulliying
Bullying merupakan kata
serapan dari bahasa Inggris (bully)[3]
yang berarti menggertak atau mengganggu orang (pihak) yang lemah. Bullying
sebenarnya bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan/sekolah, tetapi juga di
tempat kerja, masyrakat, bahkan komunitas virtual). Luasnya cakupan bullying juga
menyebabkan munculnya berbagai definisi. Berkaitan dengan penulisan makalah
ini, definisi sengaja dibatasi dalam konteks school bullying.
Menurut Rigby
merumuskan bahwa bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti, yang
diperlihatkan dalam aksi sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi
tersebut dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang
lebih kuat dan tidak bertanggung jawab. Tindakan bullying dilakukan secara
berulang-ulang dan dengan perasaan senang.
Pakar lain menilai,
bullying bukan hanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain. Ahli yang
tak sepakat dengan definisi tersebut di atas mengatakan, bahwa antara
“keinginan untuk menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti seseorang”
adalah dua hal yang jelas berbeda. Para ahli psikologi behavioral kemudian
menambahkan, bahwa bullying merupakan sesuatu yang dilakukan bukan sekedar
dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain dalam bullying
selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Riauskina, Djuwita, dan
Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif
kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok
siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan
menyakiti orang tersebu
2.Jenis-jenis
Bullying
Ada beberapa tipe
bullying,[4]
yakni:
1. Physical bullying
(Kontak fisik langsung): memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain.
2. Verbal bullying
(kontak verbal langsung): mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down),
mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek, menyebarkan gosip).
3. Non Verbal bullying
(Perlaku non-verbal langsung): melihat dengan sinis, menjulurkan lidah
menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya
disertai oleh bullying fisik atau verbal).
4. Indirect non verbal
(Perilaku non verbal tidak langsung): mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng.
5. Social Alienation
(Alienasi sosial): mengecualikan seseorang dari kelompok, seperti dengan
menyebarkan rumor, dan mengolok-olok
6. Cyber bullying
(Bullying elektronik): merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan
pelakunya dengan menggunakan sarana elektronik seperti komputer, handphone,
internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Tujuannya,
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video
atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying
jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman
cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya
3.Komponen-komponen
dalam bullying
Ada beberapa komponen
bullying, yakni:
1.
The Bully
Stephenson dan Smith mengindentifikasi ada tiga tipe dari pelaku
bullying[5],
antara lain : (a). Pelaku yang percaya diri dimana pelaku mempunyai fisik yang
kuat, menyukai agresi atau kekerasan, selalu merasa aman dan mempunyai
popularitas. (b). Pelaku yang cemas dimana pelaku merasa lemah dalam nilai
akademiknya, konsentrasi yang rendah, kurang terkenal dan juga kurang aman (ada
18% dari pelaku dan sebagian besar adalah laki-laki). (c). Pelaku yang
mengincar korban dalam situasi tertentu dan pelaku juga pernah di “bullied”
juga oleh orang lain.
Banyak peneliti
mengatakan bahwa pelaku “bully” mempunyai karakteristik yang agresif, suka
mendominasi dan mempunyai pandangan yang positif tentang kekerasan, selalu
menuruti kata hati dan tidak mempunyai sifat empati terhadap korbannya.
Ada beberapa
tanda–tanda pelaku dan karakteristik di sekolah terjadi Bullying yakni sebagai
berikut:
• sikapnya agresif dan
perilaku mendominasi terhadap orang lain, menjengkelkan,
• bersifat rahasia dan
sulit untuk dilakukan pendekatan,
• secara teratur
memiliki perhiasan, pakaian atau uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,
• ada laporan dari
anak-anak lain tentang perkelahian atau tindak kekerasan anak tertentu sengaja
menyakiti anak lain,
• memiliki bukti bahwa
milik seorang anak telah dirusak atau merusak milik seseorang,
• menggunakan orang
lain untuk mendapatkan apa yang ia suka,
• terus-menerus
menceritakan kebohongan tentang perilakunya,
• ketika ditanya, anak
memperlihatkan perilaku yang tidak pantas dan sering bermuka masam,
• menolak untuk
mengakui melakukan sesuatu yang salah atau menerima kesalahan, tetapi ketika
mengakui kesalahan, tidak ada penyesalan nyata atau rasa empati,
• tampak menikmati
menyakiti orang lain dan melihat mereka menderita, melihat teman yang lebih
lemah sebagai mangsa,
• menceritakan cerita
atau membuat komentar menghasut (menyalahkan, mengkritik, dan tuduhan palsu)
tentang orang lain yang tidak benar untuk menempatkan mereka ke dalam
kesulitan,
• anak-anak lain yang
diintimidasi menjadi gugup atau diam dalam kehadiran anak tertentu,
• anak-anak lainnya
berbohong untuk melindungi anak tertentu,
• tidak punya gambaran
ke depan untuk mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya,
• menolak untuk
mengambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukannya.
2.
The Victim
Ada tiga ciri korban[6],
antara lain:
(a) korban yang pasif
mempunyai sifat cemas serta self esteem dan kepercayaan diri yang rendah,
mereka selalu merasa dirinya lemah dan tidak berdaya serta tidak dapat berbuat
apa-apa untuk menjaga diri mereka.
(b) Korban yang
proaktif mempunyai sifat yang lebih kuat secara fisik dan lebih aktif
dibandingkan korban yang pasif
(c). Korban yang diprovokasi cenderung
melakukan tindakan bullying juga. Perry menemukan bahwa hal yang paling ekstrim
dari korban adalah ketika mereka melakukan tindakan agresif, di “bullied” oleh
anak yang lebih kuat, lalu menjadi pelaku Bullying terhadap anak yang lebih
lemah.
Ada beberapa tanda-tanda perilaku korban
Bullying[7],
yakni sebagai berikut :
• Tidak bahagia di
sekolah dan malas bangun di pagi hari;
• Merasa cemas
meninggalkan sekolah dan mengambil rute pulang ke rumah yang tidak biasa;
• Mengeluh tentang perasaan
sakit di pagi hari tanpa tanda-tanda fisik, produktifitas semakin memburuk
disertai dengan berkurangnya minat di sekolah;
• Menjadi marah atau
emosional untuk alasan sepele, Luka atau memar di tubuh di mana penjelasan
tidak benar-benar bisa dipercaya,
• Buru-buru ke kamar
mandi ketika pulang ke rumah dan enggan untuk pergi keluar dan bermain,
• Membuat pernyataan
yang komentar dan menurunkan kemampuan diri (“saya ini tidak pantas punya
teman, atau saya ini bodoh”),
• Menderita sakit
perut, sakit kepala, serangan panik, atau luka yang tidak dapat dijelaskan,
• Tidak punya
keterampilan sosial-emosional, tidak punya teman,
• Mengembangkan minat
yang tiba-tiba pada kegiatan pembelaan diri dan bergabung dengan klub bela
diri,
• Menjadi gelisah
ketika teman-teman di sekolah disebutkan,
• Tidak tampil seperti
biasa dan merasa tak berdaya diri, kelihatan atau merasa sedih, kesal, marah
atau takut setelah mendapat panggilan telepon atau email,
• Memiliki konsep diri
yang rendah dan tampak tidak bahagia.
.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bullying
Bullying
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: temperamen dan kepribadian
dengan control yang rendah. Perilaku agresif dan impulsivitas sering
diasosiasikan dengan perilaku Bullying.
Faktor
keluarga[8]
yang menyangkut faktor kualitas hubungan orang tua dengan anak, yang penggunaan
hukuman fisik di rumah, dinilai sangat signifikan dengan faktor resiko
terjadinya bullying. Anak yang sering terkena bully, mempunyai kecenderungan
hubungan yang tidak harmonis pada lingkungan keluarganya. Anak tersebut
biasanya bermasalah dalam menjalin komunikasi yang baik.
Dalam skema kognitif,
korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena:
• Tradisi, Balas dendam
karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki),
• Ingin menunjukkan
kekuasaan,
• Marah karena korban
tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan,
• Mendapatkan kepuasan
(menurut korban perempuan),
• Iri hati (menurut
korban perempuan),
Menurut Riauskina,
Djuwita, dan Soesetio, adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri
menjadi korban Bullying karena:
• Penampilan menyolok,
• Tidak berperilaku
dengan sesuai,
• Perilaku dianggap
tidak sopan, dan menganggap ini adalah Tradisi.
Media
massa juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya
bullying[9],Anderson
menyimpulkan bahwa kekerasan melalui televisi atau film, serta video game
mejadi bukti konkret untuk memicu terjadinya bullying baik dalam kurun waktu
yang cepat ataupun lama. Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku
bullying mulai dari yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menelan
korban jiwa.
Di Indonesia terdapat
kasus bullying yang disebabkan oleh tayangan sinetron ditelevisi yang
mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan (perkelahian) yang secara tidak
langsung memberikan dampak yang negative bagi masyarakat terutama remaja yang
masih duduk dibangku sekolah. Tontonan televisi tampaknya menjadi alat paling
ideologis yang dapat mempengaruhi karakter serta paradigma berfikir para siswa
untuk meniru adegan-adegan kekerasan yang ada dalam televisi tersebut.
Faktor
lain adalah, kondisi kehidupan sosial[10]
(terutama di kota-kota besar) yang mengidap penyakit frustasi sosial,
menyebabkan terjadinya adult oriental di masyarakat, sehingga dapat mendorng
terjadinya bullying. Orang tua kurang memberi perhatian terhadap anak, sehingga
membuat anak mencari perhatian (caper) dari orang lain. Disoreintasi mendorong
anak melakukan kekerasan, agar selalu mendapat perhatian orang lain.
Masalah gender sebagai
laki-laki dengan kecenderungan untuk berkelahi. Orang tua menekankan agar anak
laki-lakinya itu harus kuat, tidak boleh kalah dalam persaingan. Sayangnya,
orang tua tidak memberi contoh dari hal-hal yang diajarkan itu, sehingga anak
salah dalam memahami makna “kuat” itu bagaimana, menang dari persaingan itu
seperti apa. Faktor psikologis dari orang tua, dimana orang tua yang memiliki
kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik berpotensi besar memiliki anak yang
melakukan tindakan bullying.
5.
Dampak Bullying
Ada
sejumlah dampak yang ditimbulkan oleh aksi bullying. Bagi korban bullying,
dampak yang dialaminya bukan hanya dampak fisik tapi juga psikis. Dalam
kasus-kasus yang ekstrim, dampak fisik bahkan bisa mengakibatkan kematian.[11]
Dampak
lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya
kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang
buruk. Menurut Riauskina, ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak
emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang
emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa
dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka kemudian ingin
pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih
berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau
sering sengaja tidak masuk sekolah.
Aksi bullying di
sekolah dapat berdampak yang cukup serius, terutama kepada anak yang menjadi
korban aksi bullying. Efek bullying di antaranya:
a) Anak depresi
b) Depresi
c) Rendahnya
kepercayaan diri / minder
d) Pemalu dan
penyendiri
e) Prestasi akademik
merosot.
f) Merasa terisolasi
dalam pergaulan
g) Ingin mencoba untuk
bunuh diri
Anak yang menjadi
korban bullying dapat dideteksi dengan di antara beberapa ciri berikut ini[12]:
a) Enggan berangkat
sekolah
b) Sering sakit secara
tiba-tiba
c) Prestasi akademiknya
turun.
d) Barang yang dimiliki
hilang atau rusak
e) Mimpi buruk atau
kesulitan tidur lela
f) Rasa amarah dan
benci semakin mudah meluap dan meningkat
g) Kesulitan berteman
dengan kawan baru
h) Memiliki tanda
fisik, seperti memar atau luka
Psikolog Ratna Juwita
(Fakultas Psikologi Universitas Indonesia) menjelaskan, siswa yang menjadi
korban “bullying” berpotensi mengalami kesulitan dalam membina hubungan
interpersonal dengan orang lain. Yang bersangkutan juga jarang datang ke
sekolah. Itulah sebabnya, pada umumnya siswa yang menjadi korban bullying,
ketinggalan pelajaran. Siswa juga sulit berkonsentrasi dalam belajar. Semua
itu, akhirnya mempengaruhi kesehatan fisik dan mental siswa, baik pengaruh
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
6.
Cara Mengatasi Bullying
Guna
mencegah agar anak tidak menjadi pelaku bullying, para orang tua hendaknya
dapat mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Caranya, dengan
mengajarkan anak untuk memliki rasa empati, menghargai orang lain, dan
menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang
lain dalam kehidupannya.
Untuk mengatasi dan
mencegah masalah bullying perlu adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh di
sekolah[13].
Kebijakan yang melibatkan komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah
sampai orang tua murid, kerja sama antara guru, orang tua dan masyarakat atau
pihak lain yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan sebagainya. sangat
diperlukan dalam menangani masalah ini.
Orang
tua di rumah harus memainkan perannya dengan menciptakan komunikasi yang baik
dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan
menanamkan ahlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan rumah, karena
anak akan selalu meniru perilaku orangtua. Orang tua harus ingat, bahwa memberi
teladan kepada anak akan jauh lebih baik dari memberi nasihat.
Untuk di sekolah, salah
satunya dapat membuat program anti bullying. Menurut Huneck (ahli intervensi
bullying yang bekerja di Jakarta International School) bullying akan terus
terjadi di sekolah-sekolah, apabila orang dewasa tidak dapat membina hubungan saling
pecaya dengan siswa, tidak menyadari tingkah laku yang masuk tindakan bullying,
tidak menyadari luka yang disebabkan oleh bullying, tidak menyadari dampak
bullying yang merusak kegiatan belajar siswa, serta tidak ada campur tangan
secara efektif dari sekolah.
Program dan kegiatan
anti bully di sekolah antara lain bermanfaat untuk:
a) Menanamkan
pengertian bahwa rasa aman adalah hak dan milik semua orang
b) Menyadarkan semua
orang di sekolah bahwa tindakan bullying dalam bentuk apapun tidak dapat ditolelir
c) Membekali siswa
untuk membuat keputusan
d) Membantu siswa
membentuk lingkaran orang yang mereka percayai
Kegiatan yang bisa
dilakukan selama program anti bullying ini antara lain:
a) Brainstorming dan
diskusi
b) Kegiatan menggunakan
lembar kerja
c) Membaca buku cerita
yang berhubungan dengan bullying
d) Membuat gambar,
kolase, poster mengenai pencegahan bullying
e) Bermain drama
f) Berbagi cerita
dengan orang tua di rumah
g) Menulis puisi
h) Menyanyikan lagu
anti bullying, misalnya dengan lyrik yang sudah diubah dari lagu Populer yang
digemari anak-anak (remaja).
i) Bermain teater
boneka
7.
Mencegah Terjadinya bullying
Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bullying[14],
di antaranya:
a) Perlu upaya agar
komunitas (sebaya, sekolah) dapat mengakui keberadaan mereka. Pada dasarnya
setiap manusia membutuhkan pengakuan atas keberadaan dirinya, terlebih pada
usia remaja yang sedang dalam masa transisi dan krisis identitas, para remaja
lebih senang berkumpul dengan teman-teman sebaya yang menurutnya lebih bisa
menerima dan senasib dan sepnanggungan. Oleh karena itu, kewajiban guru dan
orang tua adalah, memberikan alternatif komunitas yang positif dan tetap
memenuhi kriteria penerimaan identitas para remaja. Misalnya, membuat perkumplan
pecinta alam atau wira usaha yang sesuai dengan keiginannya, membuat kelompok
band, atau kelompok keenian dan sebagainya.
b) Putus mata rantai
pelaku dan budaya bullying. Biasanya budaya bullying diwariskandengan sistem
kaderisasi yang kuat, motivasi senioritas adalah faktor yang terkuatnya. Untuk
menghindari gejala tersebut sebaiknya bimbinglah siswa dengan cara mengadakan
kegiatan bersama antara generasi tersebut maupun alumninya dan buatlah suatu
ikatan supaya terbentuk jalinan persaudaraan yang akan melahirkan kesadaran
bahwa senior harus membimbing dan para junior harus menghormati seniornya.
c) Ajarkan cara
mengantisipasi kekerasan bukan melakukannya. Latihan bela diri misalnya
merupakan salah satu alternatif pembentukan mental spiritual dan jasmani yang
kuat.
d) Meningkatkan
kepedulian lingkungan sosial untuk mencegah praktek bullying. Sudah waktunya
masyarakat ikut peduli dan melakukan pencegahan atas praktek bullying yang
terjadi di lingkungannya
e) Orang tua dan
masyarakat mendukung gerakan diet menonton siaran televisi. Batasi anak-anak
dan remaja menonton televisi, karena acara dan penampilan yang disiarkan
televisi ikut membentuk masyarakat pengaksesnya kompensinya setidaknya
disediakan fasilitas untuk olah raga, kesenian, membaca dan sebagainya.
f) Terhadap anak-anak
yang berisiko terkena bullying atau menjadi korban bullying, lakukan langkah
berikut ini[15]:
• Jangan membawa
barang-barang mahal atau uang berlebihan. Merampas, merusak, atau menyandera
barang-barang korban adalah tindakan yang biasanya dilakukan pelaku bullying.
Oleh karena itu, sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan membawa barang
mahal atau uang yang berlebihan ke sekolah.
• Jangan sendirian.
Pelaku bullying melihat anak yang menyendiri sebagai “mangsa” yang potensial.
Oleh karena itu, jangan sendirian di dalam kelas, di lorong sekolah, atau
tempat-tempat sepi lainnya. Kalau memungkinkan, beradalah di tempat di mana
guru atau orang dewasa lainnya dapat melihat. Akan lebih baik lagi, jika anak
tersebut bersama-sama dengan teman, atau mencoba berteman dengan anak-anak
penyendiri lainnya.
• Jangan cari gara-gara
dengan pelaku bullying.
• Jika anak tersebut
suatu saat terperangkap dalam situasi bullying, kuncinya adalah tampil percaya
diri. Jangan memperlihatkan diri seperti orang yan lemah atau ketakutan.
• Harus berani melapor
pada orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya yang dipercayainya. Ajaklah
anak tersebut untuk berani bertindak dan mencoba
• mengubah kondisi yang
salah.
g) Sekolah perlu
menjalin kerjsama dengan kepolisian, dengan cara mengadakan penyuluhan tentang
bahaya dari bullying, dan memberikan sangsi dari mulai yang ringan seperti
diskors beberapa waktu sampai dengan
pemecatan dari sekolah.
Sekolah harus berani menindak tegas pelaku ballying, supaya keadilan dapat di
tegakkan.
KONSEP
PENULIS
Memperhatikan uraian di
atas dapat disimpulkan, bahwa dampak bullying sangat berpengaruh terhadap
kepribadian dan mental anak, seperti anak menjadi penakut, hilang rasa percaya
diri, menjadi tertekan, malas pergi ke sekolah, hilang konsentrasi sehingga
prestasi menurun. Apabila melihat kondisi siswa seperti itu, fungsi dari
pendidikan untuk menyiapkan generasi muda bertanggungjawab terhadap tugasnya di
masa mendatang, seolah sulit diwujudkan.
Oleh karena itu, untuk
membangkitkan semangat siswa dari perasaan yang menakutkan dan tampil percaya
diri, perlu direvitalisasi fungsi dan peran bimbingan dan konseling beserta
guru. Guru hendaknya dapat menainkan peran dan fungsinya dalam bimbingan dan
penyuluhan.
Pada prinsipnya, tujuan
layanan bimbingan di sekolah dasar adalah untuk membantu siswa agar dapat
memenuhi tugas–tugas perkembangan yang meliputi aspek-aspek pribadi, pendidikan
dan karir sesuai tuntutan lingkungan.
Dalam rangka
menanggulangi bullying di sekolah, perlu ada upaya-upaya bimbingan konseling
yang terintegrasi. Pelaksanaan pemberian bimbingan konseling kepada siswa
sebagai pelaku dan penderita bullying. Guru-guru dan staf sekolah, juga bisa
memberikan konseling kelompok atau konseling indivudual. Bimbingan kelompok diberikan
kepada semua individu (siswa), sebagai upaya tidak langsung dalam mengubah
sikap dan perilaku siswa melalui penyajian nformasi yang teliti, atau
menekankan dorongan untuk berfungsinya kemampuan- kemampuan kognitif. Selain
itu bisa menggunakan media elektronik seperti pemutaran film tentang proses
tejadinya bullying dan dampak terhadap kehidupan seseorang penderita bullying.
Kemudian langkah yang perlu juga kita terapkan
adalah:
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2. Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia
rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda
menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH
MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
3. Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli
profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika
dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan
tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4. Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan
ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya
korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu).
Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan
mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan
ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah
(ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
5. Binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda.
Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang
tidak biasa.
6. Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli
profesional) untuk menangani pelaku.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bullying adalah suatu
tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut
sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa
tidak nyaman. Diperlukan pemahaman moral individu, yang menekankan pada alasan
mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada
keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Dengan adanya pemahaman
moral yang tinggi, siswa akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan
sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada
temannya.
Saran
Jadi saran saya selaku
pembuat makalah mengenai masalah yang ada adalah, bahwa orang tua lebih
memantau bagaimana keadaan anak. Sesibuk apapun orangtua untuk tetap
menyempatka bertanya tentang keadaan anak disekolah bagaimana, dan harus selalu
menyikapi tingkah laku anak dengan baik-baik. Karena apabila orang tua terlalu
keras kepada anak, hanya akan mencetak anak yang berkeribadian keras seperti
apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Dan sebaiknya orang tua menjalin
kerjasama dengan pihak sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan secara
maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah
Untuk pihak sekolah
hendaknya, pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran
keterampilan sosial, problemsolving, manajemen konflik, dan pendidikan
karakter.
Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan
tingkah laku siswa di dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang
harmonis antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ali Mohamad dan Asrori Mohamad, (2006).
Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
2.
Assegaf, Abd. Rahman.( 2004). Pendidikan
Tanpa Kekerasan : Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep. Yogya: Penerbit Tiara
Wacana.
3.
Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3
cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. Jakarta: PT. Grasindo.
4.
Evertson M Carolyn.(2001).Manajemen
Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Pranada media Group.
BIOGRAFI PENULIS
DATA
PRIBADI
Nama lengkap : Tri Meilani Sihite
Tempat,Tanggal lahir : Medan,03 Mei 1996
Alamat : Jl.Binjai
Km 12,5 Perjuangan Gg.Elang No.29
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 6 dari 6 bersaudara
Asal Sekolah : SD : Yayasan Perguruan Kristen Andreas
SMP :
Methodist
SMA : Negeri 15 Medan
Profesi : Mahasiswi di
Universitas Quality
NPM : 1405030089
No Hp : 082112563225
DATA
ORANGTUA
Nama : Ayah : M.Sihite
Ibu :
A.Sihombing
Pekerjaan : Ayah : Wiraswasta
Ibu : PNS (Guru)
Alamat : Jl.Binjai Km 12,5
Perjuangan Gg.Elang No.29
[1] Dikutip
dari http://blog.uad.ac.id/dara1300001041/2014/12/05/tentang-bullying
[2] Ibid
[3] Ahmed,E
Baumrind,Effects of authoritative parental control on child behavior,
(Jakarta:Rineka Cipta,2002)hal 180.
[4] Ibid Hal
182
[5] Carolyn
M.Evertson,dkk,Manajemen Kelas Untuk Guru,(Jakarta:Kencana,2011)hal 250
[6] Ibid Hal
251
[7] Ibid Hal
51
[8] Ali Mohamad
dan Asrori Mohamad,Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.( Jakarta : Bumi
Aksara,2006)hal 54.
[9] Ibid Hal
54
[10] Dikutip
dari www.faktor-faktor dari bullying.com
[11]Georgiou,
S.N, Parental style and child bullying and victimization experiences at school.
Soc Psychol Edu(2008)hal 144.
[12] Ibid
hal 145
[13] Astuti,
P.R. Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. (Jakarta:
PT. Grasindo,2008) hal 209
[14] Sejiwa. Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan. (Jakarta. PT Grasindo:2008)hal 46
[15] Ibid
bagus
BalasHapus