Senin, 27 Maret 2017

Masalah Bullying Dalam Sekolah



MARAKNYA KASUS BULLYING DI KELAS
DISUSUN OLEH  :
NAMA     : TRI MEILANI SIHITE
NPM       : 1405030089
KELAS    : A21
MATA KULIAH : MANAJEMEN KELAS

                                                                     




UNIVERSITAS QUALITY MEDAN
2015






KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-NYA saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam mata kuliah MANAJEMEN KELAS yang berjudul “MARAKNYA KASUS BULLYING DI KELAS”
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka saya sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
            Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya pendidik professional.
            Pepatah mengatakanTak Ada Gading Yang Tak Retak, maka saya yakin dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan.Untuk itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan di kemudianhari.
            Sekian dan terimakasih.


Pemakalah,                   

TRI MEILANI SIHITE




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii 
Bab I Pendahuluan
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Batasan Masalah.......................................................................................... 1
C.     Rumusan Masalah........................................................................................ 2
D.    Tujuan Penelitian......................................................................................... 2

Bab II KAJIAN TEORI
1.Pengertian Bullying.............................................................................................. 5
2.Jenis-jenis Bullying............................................................................................... 6
3.Komponen-komponen Bullying........................................................................... 7
4.Faktor-faktor Mempengaruhi Bullying................................................................. 10
5.Dampak Bullying.................................................................................................. 12
6.Cara Mengatasi Bullying...................................................................................... 14
7.Mencegah Terjadinya Bullying............................................................................. 16
Konsep penulis........................................................................................................ 18

BAB III Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan.......................................................................................................................... 20
Saran.................................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka..................................................................................................................... 22
Biografi Penulis................................................................................................................... 23












BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sekarang ini berbagai macam masalah tengah melanda dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah kekerasan atau bullying baik oleh guru terhadap siswa maupun siswa dengan siswa lainnya. Bentuk kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik saja tetapi juga secara psikologis. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah, tempat bermain, di rumah, di jalan, dan di tempat hiburan. Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik.
Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri. Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
 B.BATASAN MASALAH
Penulisan makalah ini diharapkan dapat membuka wawasan bagaimana solusi penanganan masalah bullying, khususnya di lembaga pendidikan (sekolah).
Penulisan ini juga berharapkan agar komponen-komponen yang terkait dengan sekolah, khususnya para pengambil kebijakan dan guru, lebih peka terhadap tindakan bullying untuk dapat mencegah dan mengantisipasi secepatnya, sehingga dampaknya tidak berkepanjangan.

C.RUMUSAN MASALAH
Pada pokoknya, makalah ini hendak menjawab masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bullying ?
2. Apa saja tipe-tipe atau bentuk bullying ?
3. Apa saja yang menjadi komponen bullying ?
4. Apa faktor-faktor penyebab bullying ?
5. Apa dampak bullying ?
6. Bagaimana mengatasi bullying di sekolah ?
7.Bagaimana cara mencegah bullying ?

D.TUJUAN PENELITIAN
1.Mengetahui pengertian bullying
2.Mengetahui jenis-jenis atau tipe dari bullying
3.Mengetahui komponen-komponen dari bullying
4.Mengetahui faktor-faktor dari bullying
5.Mengetahu dampak dari  bullying terhadap korban bullying
6.Mengetahui cara mengatasi kasus bullying
7.Mengetahui cara mencegah kasus bullying
BAB II
KAJIAN TEORI

Bullying (arti harfiahnya: penindasan) adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang secara berulang yang memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Menurut Merriam-Webster Online Dictionary, bullying adalah “a blustering rowbeating person; especially one who is habitually cruel to others who are weaker.” Melakukan bullying berarti to “treat someone abusively or to affect them by means of force or coercion.”. Center for Children and Families in the Justice System mendefinisikan bullying sebagai , “repeated and systematic harassment and attacks on others.” Bullying bisa terjadi dalam berbagai format dan bentuk tingkah laku yang berbeda-beda. Di antara format dan bentuk tersebut adalah; nama panggilan yang tidak disukai, terasing, penyebaran isu yang tidak benar, pengucilan, kekerasan fisik, dan penyerangan (mendorong, memukul, dan menendang), intimidasi, pencurian uang atau barang lainnya, bisa berbasis suku, agama, gender, dan lain-lain.[1]
Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying sebagai “kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya.”Bullying biasanya dilakukan berulang sebagai suatu ancaman, atau paksaan dari seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok lain. Bila dilakukan terus menerus akan menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan depresi. Kejadian tersebut sangat mungkin berlangsung pada pihak yang setara, namun, sering terjadi pada pihak yang tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan.
.
 Teori dari Para Ahli
1. Teori Kepribadian Sigmund Freud
Pendapat Freud menyatakan bahwa pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Freud sangat membenci dan bahkan dia memusuhi ayahnya. Dia begitu karena dia memiliki alasan, bahwa semasa dia kecil ayahnya selalu keras pada dia dan bersikap otoriter.[2]
2. Hall & Lindzey
Mengemukakan bahwa kepribadian adalah (1) keterampilan atau kecakapan sosial, dan (2) kesan yang paling menonjol yang ditunjukan seseorang kepada orang lain.
Menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuannya dari pengalaman yang didapatnya. Ketika manusia lahir dia putih seperti kertas Tabularasa, dan kelak saat anak itu mulai tumbuh barulah dia akan melukiskan pengalaman yang didapatnya diatas kertas putih dalam dirinya tersebut.
3. Dr. H. Syamsu Yusuf dalam bukunya
Dr. H. Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, menyatakan bahwa perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya terutama orangtuanya. Dr. H. Syamsu Yusuf juga mengatakan, masih dalam buku yang sama, ada beberapa sikap dari orang tua yang berhubungan dengan perkembangan moral anak, yaitu :
a. Konsisten dalam mendidik anak
b. Sikap orang tua terhadap anak
c. Penghayatan dan pengalaman yang dianut
d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma.

1. Pengertian Bulliying
Bullying merupakan kata serapan dari bahasa Inggris (bully)[3] yang berarti menggertak atau mengganggu orang (pihak) yang lemah. Bullying sebenarnya bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan/sekolah, tetapi juga di tempat kerja, masyrakat, bahkan komunitas virtual). Luasnya cakupan bullying juga menyebabkan munculnya berbagai definisi. Berkaitan dengan penulisan makalah ini, definisi sengaja dibatasi dalam konteks school bullying.
Menurut Rigby merumuskan bahwa bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti, yang diperlihatkan dalam aksi sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi tersebut dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat dan tidak bertanggung jawab. Tindakan bullying dilakukan secara berulang-ulang dan dengan perasaan senang.
Pakar lain menilai, bullying bukan hanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain. Ahli yang tak sepakat dengan definisi tersebut di atas mengatakan, bahwa antara “keinginan untuk menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti seseorang” adalah dua hal yang jelas berbeda. Para ahli psikologi behavioral kemudian menambahkan, bahwa bullying merupakan sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebu
2.Jenis-jenis Bullying
Ada beberapa tipe bullying,[4] yakni:
1. Physical bullying (Kontak fisik langsung): memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain.
2. Verbal bullying (kontak verbal langsung): mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek, menyebarkan gosip).
3. Non Verbal bullying (Perlaku non-verbal langsung): melihat dengan sinis, menjulurkan lidah menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).
4. Indirect non verbal (Perilaku non verbal tidak langsung): mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
5. Social Alienation (Alienasi sosial): mengecualikan seseorang dari kelompok, seperti dengan menyebarkan rumor, dan mengolok-olok
6. Cyber bullying (Bullying elektronik): merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya dengan menggunakan sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Tujuannya, meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya
3.Komponen-komponen dalam bullying
Ada beberapa komponen bullying, yakni:
1. The Bully
Stephenson dan Smith  mengindentifikasi ada tiga tipe dari pelaku bullying[5], antara lain : (a). Pelaku yang percaya diri dimana pelaku mempunyai fisik yang kuat, menyukai agresi atau kekerasan, selalu merasa aman dan mempunyai popularitas. (b). Pelaku yang cemas dimana pelaku merasa lemah dalam nilai akademiknya, konsentrasi yang rendah, kurang terkenal dan juga kurang aman (ada 18% dari pelaku dan sebagian besar adalah laki-laki). (c). Pelaku yang mengincar korban dalam situasi tertentu dan pelaku juga pernah di “bullied” juga oleh orang lain.
Banyak peneliti mengatakan bahwa pelaku “bully” mempunyai karakteristik yang agresif, suka mendominasi dan mempunyai pandangan yang positif tentang kekerasan, selalu menuruti kata hati dan tidak mempunyai sifat empati terhadap korbannya.
Ada beberapa tanda–tanda pelaku dan karakteristik di sekolah terjadi Bullying yakni sebagai berikut:
• sikapnya agresif dan perilaku mendominasi terhadap orang lain, menjengkelkan,
• bersifat rahasia dan sulit untuk dilakukan pendekatan,
• secara teratur memiliki perhiasan, pakaian atau uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,
• ada laporan dari anak-anak lain tentang perkelahian atau tindak kekerasan anak tertentu sengaja menyakiti anak lain,
• memiliki bukti bahwa milik seorang anak telah dirusak atau merusak milik seseorang,
• menggunakan orang lain untuk mendapatkan apa yang ia suka,
• terus-menerus menceritakan kebohongan tentang perilakunya,
• ketika ditanya, anak memperlihatkan perilaku yang tidak pantas dan sering bermuka masam,
• menolak untuk mengakui melakukan sesuatu yang salah atau menerima kesalahan, tetapi ketika mengakui kesalahan, tidak ada penyesalan nyata atau rasa empati,
• tampak menikmati menyakiti orang lain dan melihat mereka menderita, melihat teman yang lebih lemah sebagai mangsa,
• menceritakan cerita atau membuat komentar menghasut (menyalahkan, mengkritik, dan tuduhan palsu) tentang orang lain yang tidak benar untuk menempatkan mereka ke dalam kesulitan,
• anak-anak lain yang diintimidasi menjadi gugup atau diam dalam kehadiran anak tertentu,
• anak-anak lainnya berbohong untuk melindungi anak tertentu,
• tidak punya gambaran ke depan untuk mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya,
• menolak untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukannya.
2. The Victim
Ada tiga ciri korban[6], antara lain:
(a) korban yang pasif mempunyai sifat cemas serta self esteem dan kepercayaan diri yang rendah, mereka selalu merasa dirinya lemah dan tidak berdaya serta tidak dapat berbuat apa-apa untuk menjaga diri mereka.
(b) Korban yang proaktif mempunyai sifat yang lebih kuat secara fisik dan lebih aktif dibandingkan korban yang pasif
 (c). Korban yang diprovokasi cenderung melakukan tindakan bullying juga. Perry menemukan bahwa hal yang paling ekstrim dari korban adalah ketika mereka melakukan tindakan agresif, di “bullied” oleh anak yang lebih kuat, lalu menjadi pelaku Bullying terhadap anak yang lebih lemah.
 Ada beberapa tanda-tanda perilaku korban Bullying[7], yakni sebagai berikut :
• Tidak bahagia di sekolah dan malas bangun di pagi hari;
• Merasa cemas meninggalkan sekolah dan mengambil rute pulang ke rumah yang tidak biasa;
• Mengeluh tentang perasaan sakit di pagi hari tanpa tanda-tanda fisik, produktifitas semakin memburuk disertai dengan berkurangnya minat di sekolah;
• Menjadi marah atau emosional untuk alasan sepele, Luka atau memar di tubuh di mana penjelasan tidak benar-benar bisa dipercaya,
• Buru-buru ke kamar mandi ketika pulang ke rumah dan enggan untuk pergi keluar dan bermain,
• Membuat pernyataan yang komentar dan menurunkan kemampuan diri (“saya ini tidak pantas punya teman, atau saya ini bodoh”),
• Menderita sakit perut, sakit kepala, serangan panik, atau luka yang tidak dapat dijelaskan,
• Tidak punya keterampilan sosial-emosional, tidak punya teman,
• Mengembangkan minat yang tiba-tiba pada kegiatan pembelaan diri dan bergabung dengan klub bela diri,
• Menjadi gelisah ketika teman-teman di sekolah disebutkan,
• Tidak tampil seperti biasa dan merasa tak berdaya diri, kelihatan atau merasa sedih, kesal, marah atau takut setelah mendapat panggilan telepon atau email,
• Memiliki konsep diri yang rendah dan tampak tidak bahagia.
.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bullying
Bullying dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: temperamen dan kepribadian dengan control yang rendah. Perilaku agresif dan impulsivitas sering diasosiasikan dengan perilaku Bullying.
Faktor keluarga[8] yang menyangkut faktor kualitas hubungan orang tua dengan anak, yang penggunaan hukuman fisik di rumah, dinilai sangat signifikan dengan faktor resiko terjadinya bullying. Anak yang sering terkena bully, mempunyai kecenderungan hubungan yang tidak harmonis pada lingkungan keluarganya. Anak tersebut biasanya bermasalah dalam menjalin komunikasi yang baik.
Dalam skema kognitif, korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena:
• Tradisi, Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki),
• Ingin menunjukkan kekuasaan,
• Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan,
• Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan),
• Iri hati (menurut korban perempuan),
Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban Bullying karena:
• Penampilan menyolok,
• Tidak berperilaku dengan sesuai,
• Perilaku dianggap tidak sopan, dan menganggap ini adalah Tradisi.

Media massa juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya bullying[9],Anderson menyimpulkan bahwa kekerasan melalui televisi atau film, serta video game mejadi bukti konkret untuk memicu terjadinya bullying baik dalam kurun waktu yang cepat ataupun lama. Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku bullying mulai dari yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menelan korban jiwa.
Di Indonesia terdapat kasus bullying yang disebabkan oleh tayangan sinetron ditelevisi yang mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan (perkelahian) yang secara tidak langsung memberikan dampak yang negative bagi masyarakat terutama remaja yang masih duduk dibangku sekolah. Tontonan televisi tampaknya menjadi alat paling ideologis yang dapat mempengaruhi karakter serta paradigma berfikir para siswa untuk meniru adegan-adegan kekerasan yang ada dalam televisi tersebut.
Faktor lain adalah, kondisi kehidupan sosial[10] (terutama di kota-kota besar) yang mengidap penyakit frustasi sosial, menyebabkan terjadinya adult oriental di masyarakat, sehingga dapat mendorng terjadinya bullying. Orang tua kurang memberi perhatian terhadap anak, sehingga membuat anak mencari perhatian (caper) dari orang lain. Disoreintasi mendorong anak melakukan kekerasan, agar selalu mendapat perhatian orang lain.
Masalah gender sebagai laki-laki dengan kecenderungan untuk berkelahi. Orang tua menekankan agar anak laki-lakinya itu harus kuat, tidak boleh kalah dalam persaingan. Sayangnya, orang tua tidak memberi contoh dari hal-hal yang diajarkan itu, sehingga anak salah dalam memahami makna “kuat” itu bagaimana, menang dari persaingan itu seperti apa. Faktor psikologis dari orang tua, dimana orang tua yang memiliki kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik berpotensi besar memiliki anak yang melakukan tindakan bullying.

5. Dampak Bullying
Ada sejumlah dampak yang ditimbulkan oleh aksi bullying. Bagi korban bullying, dampak yang dialaminya bukan hanya dampak fisik tapi juga psikis. Dalam kasus-kasus yang ekstrim, dampak fisik bahkan bisa mengakibatkan kematian.[11]
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Menurut Riauskina, ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka kemudian ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
Aksi bullying di sekolah dapat berdampak yang cukup serius, terutama kepada anak yang menjadi korban aksi bullying. Efek bullying di antaranya:
a) Anak depresi
b) Depresi
c) Rendahnya kepercayaan diri / minder
d) Pemalu dan penyendiri
e) Prestasi akademik merosot.
f) Merasa terisolasi dalam pergaulan
g) Ingin mencoba untuk bunuh diri
Anak yang menjadi korban bullying dapat dideteksi dengan di antara beberapa ciri berikut ini[12]:
a) Enggan berangkat sekolah
b) Sering sakit secara tiba-tiba
c) Prestasi akademiknya turun.
d) Barang yang dimiliki hilang atau rusak
e) Mimpi buruk atau kesulitan tidur lela
f) Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat
g) Kesulitan berteman dengan kawan baru
h) Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka

Psikolog Ratna Juwita (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia) menjelaskan, siswa yang menjadi korban “bullying” berpotensi mengalami kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain. Yang bersangkutan juga jarang datang ke sekolah. Itulah sebabnya, pada umumnya siswa yang menjadi korban bullying, ketinggalan pelajaran. Siswa juga sulit berkonsentrasi dalam belajar. Semua itu, akhirnya mempengaruhi kesehatan fisik dan mental siswa, baik pengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

6. Cara Mengatasi Bullying
Guna mencegah agar anak tidak menjadi pelaku bullying, para orang tua hendaknya dapat mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Caranya, dengan mengajarkan anak untuk memliki rasa empati, menghargai orang lain, dan menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.
Untuk mengatasi dan mencegah masalah bullying perlu adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah[13]. Kebijakan yang melibatkan komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah sampai orang tua murid, kerja sama antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak lain yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan sebagainya. sangat diperlukan dalam menangani masalah ini.
Orang tua di rumah harus memainkan perannya dengan menciptakan komunikasi yang baik dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan menanamkan ahlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua. Orang tua harus ingat, bahwa memberi teladan kepada anak akan jauh lebih baik dari memberi nasihat.
Untuk di sekolah, salah satunya dapat membuat program anti bullying. Menurut Huneck (ahli intervensi bullying yang bekerja di Jakarta International School) bullying akan terus terjadi di sekolah-sekolah, apabila orang dewasa tidak dapat membina hubungan saling pecaya dengan siswa, tidak menyadari tingkah laku yang masuk tindakan bullying, tidak menyadari luka yang disebabkan oleh bullying, tidak menyadari dampak bullying yang merusak kegiatan belajar siswa, serta tidak ada campur tangan secara efektif dari sekolah.
Program dan kegiatan anti bully di sekolah antara lain bermanfaat untuk:
a) Menanamkan pengertian bahwa rasa aman adalah hak dan milik semua orang
b) Menyadarkan semua orang di sekolah bahwa tindakan bullying dalam bentuk apapun tidak dapat ditolelir
c) Membekali siswa untuk membuat keputusan
d) Membantu siswa membentuk lingkaran orang yang mereka percayai
Kegiatan yang bisa dilakukan selama program anti bullying ini antara lain:
a) Brainstorming dan diskusi
b) Kegiatan menggunakan lembar kerja
c) Membaca buku cerita yang berhubungan dengan bullying
d) Membuat gambar, kolase, poster mengenai pencegahan bullying
e) Bermain drama
f) Berbagi cerita dengan orang tua di rumah
g) Menulis puisi
h) Menyanyikan lagu anti bullying, misalnya dengan lyrik yang sudah diubah dari lagu Populer yang digemari anak-anak (remaja).
i) Bermain teater boneka


7. Mencegah Terjadinya bullying
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bullying[14], di antaranya:
a) Perlu upaya agar komunitas (sebaya, sekolah) dapat mengakui keberadaan mereka. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pengakuan atas keberadaan dirinya, terlebih pada usia remaja yang sedang dalam masa transisi dan krisis identitas, para remaja lebih senang berkumpul dengan teman-teman sebaya yang menurutnya lebih bisa menerima dan senasib dan sepnanggungan. Oleh karena itu, kewajiban guru dan orang tua adalah, memberikan alternatif komunitas yang positif dan tetap memenuhi kriteria penerimaan identitas para remaja. Misalnya, membuat perkumplan pecinta alam atau wira usaha yang sesuai dengan keiginannya, membuat kelompok band, atau kelompok keenian dan sebagainya.
b) Putus mata rantai pelaku dan budaya bullying. Biasanya budaya bullying diwariskandengan sistem kaderisasi yang kuat, motivasi senioritas adalah faktor yang terkuatnya. Untuk menghindari gejala tersebut sebaiknya bimbinglah siswa dengan cara mengadakan kegiatan bersama antara generasi tersebut maupun alumninya dan buatlah suatu ikatan supaya terbentuk jalinan persaudaraan yang akan melahirkan kesadaran bahwa senior harus membimbing dan para junior harus menghormati seniornya.
c) Ajarkan cara mengantisipasi kekerasan bukan melakukannya. Latihan bela diri misalnya merupakan salah satu alternatif pembentukan mental spiritual dan jasmani yang kuat.
d) Meningkatkan kepedulian lingkungan sosial untuk mencegah praktek bullying. Sudah waktunya masyarakat ikut peduli dan melakukan pencegahan atas praktek bullying yang terjadi di lingkungannya
e) Orang tua dan masyarakat mendukung gerakan diet menonton siaran televisi. Batasi anak-anak dan remaja menonton televisi, karena acara dan penampilan yang disiarkan televisi ikut membentuk masyarakat pengaksesnya kompensinya setidaknya disediakan fasilitas untuk olah raga, kesenian, membaca dan sebagainya.
f) Terhadap anak-anak yang berisiko terkena bullying atau menjadi korban bullying, lakukan langkah berikut ini[15]:
• Jangan membawa barang-barang mahal atau uang berlebihan. Merampas, merusak, atau menyandera barang-barang korban adalah tindakan yang biasanya dilakukan pelaku bullying. Oleh karena itu, sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan membawa barang mahal atau uang yang berlebihan ke sekolah.
• Jangan sendirian. Pelaku bullying melihat anak yang menyendiri sebagai “mangsa” yang potensial. Oleh karena itu, jangan sendirian di dalam kelas, di lorong sekolah, atau tempat-tempat sepi lainnya. Kalau memungkinkan, beradalah di tempat di mana guru atau orang dewasa lainnya dapat melihat. Akan lebih baik lagi, jika anak tersebut bersama-sama dengan teman, atau mencoba berteman dengan anak-anak penyendiri lainnya.
• Jangan cari gara-gara dengan pelaku bullying.
• Jika anak tersebut suatu saat terperangkap dalam situasi bullying, kuncinya adalah tampil percaya diri. Jangan memperlihatkan diri seperti orang yan lemah atau ketakutan.
• Harus berani melapor pada orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya yang dipercayainya. Ajaklah anak tersebut untuk berani bertindak dan mencoba
• mengubah kondisi yang salah.
g) Sekolah perlu menjalin kerjsama dengan kepolisian, dengan cara mengadakan penyuluhan tentang bahaya dari bullying, dan memberikan sangsi dari mulai yang ringan seperti diskors beberapa waktu sampai dengan
pemecatan dari sekolah. Sekolah harus berani menindak tegas pelaku ballying, supaya keadilan dapat di tegakkan.

KONSEP PENULIS
Memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa dampak bullying sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan mental anak, seperti anak menjadi penakut, hilang rasa percaya diri, menjadi tertekan, malas pergi ke sekolah, hilang konsentrasi sehingga prestasi menurun. Apabila melihat kondisi siswa seperti itu, fungsi dari pendidikan untuk menyiapkan generasi muda bertanggungjawab terhadap tugasnya di masa mendatang, seolah sulit diwujudkan.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semangat siswa dari perasaan yang menakutkan dan tampil percaya diri, perlu direvitalisasi fungsi dan peran bimbingan dan konseling beserta guru. Guru hendaknya dapat menainkan peran dan fungsinya dalam bimbingan dan penyuluhan.
Pada prinsipnya, tujuan layanan bimbingan di sekolah dasar adalah untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas–tugas perkembangan yang meliputi aspek-aspek pribadi, pendidikan dan karir sesuai tuntutan lingkungan.
Dalam rangka menanggulangi bullying di sekolah, perlu ada upaya-upaya bimbingan konseling yang terintegrasi. Pelaksanaan pemberian bimbingan konseling kepada siswa sebagai pelaku dan penderita bullying. Guru-guru dan staf sekolah, juga bisa memberikan konseling kelompok atau konseling indivudual. Bimbingan kelompok diberikan kepada semua individu (siswa), sebagai upaya tidak langsung dalam mengubah sikap dan perilaku siswa melalui penyajian nformasi yang teliti, atau menekankan dorongan untuk berfungsinya kemampuan- kemampuan kognitif. Selain itu bisa menggunakan media elektronik seperti pemutaran film tentang proses tejadinya bullying dan dampak terhadap kehidupan seseorang penderita bullying.
Kemudian langkah yang perlu juga kita terapkan adalah:
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2. Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
3. Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4. Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
5. Binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
6. Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa tidak nyaman. Diperlukan pemahaman moral individu, yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Dengan adanya pemahaman moral yang tinggi, siswa akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.

 Saran
Jadi saran saya selaku pembuat makalah mengenai masalah yang ada adalah, bahwa orang tua lebih memantau bagaimana keadaan anak. Sesibuk apapun orangtua untuk tetap menyempatka bertanya tentang keadaan anak disekolah bagaimana, dan harus selalu menyikapi tingkah laku anak dengan baik-baik. Karena apabila orang tua terlalu keras kepada anak, hanya akan mencetak anak yang berkeribadian keras seperti apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Dan sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah



Untuk pihak sekolah hendaknya, pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan sosial, problemsolving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter.
    Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah.















DAFTAR PUSTAKA

1.      Ali Mohamad dan Asrori Mohamad, (2006). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
2.      Assegaf, Abd. Rahman.( 2004). Pendidikan Tanpa Kekerasan : Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep. Yogya: Penerbit Tiara Wacana.
3.      Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. Jakarta: PT. Grasindo.
4.      Evertson M Carolyn.(2001).Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Pranada media Group.
6.       www.faktor-faktor dari bullying.com












BIOGRAFI PENULIS

DATA PRIBADI
Nama lengkap             : Tri Meilani Sihite
Tempat,Tanggal lahir  : Medan,03 Mei 1996
Alamat                                    : Jl.Binjai Km 12,5 Perjuangan Gg.Elang No.29
Agama                         : Kristen Protestan
Anak ke                       : 6 dari 6 bersaudara
Asal Sekolah               : SD     : Yayasan Perguruan Kristen Andreas
                                     SMP   : Methodist
                                    SMA   : Negeri 15 Medan
Profesi                         : Mahasiswi di Universitas Quality
NPM                           : 1405030089
No Hp                         : 082112563225

DATA ORANGTUA
Nama               : Ayah : M.Sihite
                        Ibu       : A.Sihombing
Pekerjaan         : Ayah : Wiraswasta
                         Ibu      : PNS (Guru)
Alamat                        : Jl.Binjai Km 12,5 Perjuangan Gg.Elang No.29







[1] Dikutip dari http://blog.uad.ac.id/dara1300001041/2014/12/05/tentang-bullying
[2] Ibid
[3] Ahmed,E Baumrind,Effects of authoritative parental control on child behavior, (Jakarta:Rineka Cipta,2002)hal 180.
[4] Ibid Hal 182
[5] Carolyn M.Evertson,dkk,Manajemen Kelas Untuk Guru,(Jakarta:Kencana,2011)hal 250
[6] Ibid Hal 251
[7] Ibid Hal 51
[8] Ali Mohamad dan Asrori Mohamad,Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.( Jakarta : Bumi Aksara,2006)hal 54.
[9] Ibid Hal 54
[10] Dikutip dari www.faktor-faktor dari bullying.com
[11]Georgiou, S.N, Parental style and child bullying and victimization experiences at school. Soc Psychol Edu(2008)hal 144.
[12] Ibid hal 145
[13] Astuti, P.R. Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. (Jakarta: PT. Grasindo,2008) hal 209
[14]  Sejiwa. Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. (Jakarta. PT Grasindo:2008)hal 46
[15] Ibid

1 komentar: